MAGETAN (BLOKJATIM.COM) – Di tengah hiruk pikuk modernisasi, Desa Bedagung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, kukuh memegang erat warisan leluhur melalui tradisi tahunan Dawuhan atau Bersih Desa. Bukan sekadar ritual pengusir bala, tradisi ini adalah wujud syukur mendalam masyarakat atas limpahan rezeki dan hasil bumi, sekaligus menjadi magnet wisata budaya yang tak lekang oleh waktu.
Titik sentral perayaan syukur kali ini adalah Sumber Molang, sebuah lokasi keramat yang telah menjadi ikon sakral tradisi Desa Bedagung. Pada Selasa Kliwon (9/12/2025), momen yang diyakini memiliki makna khusus dalam penanggalan Jawa, seluruh elemen desa bersatu padu melaksanakan rangkaian prosesi adat yang kaya filosofi.
Filosofi Berbagi dan Keseimbangan Alam
Sejak pagi, suasana khidmat namun penuh semangat telah menyelimuti Sumber Molang. Prosesi diawali oleh para ibu-ibu pamong dan perangkat desa yang berjalan memutari sumber air. Diiringi doa dan harapan, mereka menabur beras dan unsur hasil alam lainnya ke permukaan sumber.
Kepala Desa Bedagung Panekan, Barno melalui, Sekretaris Desa (Sekdes) Bedagung, Tri Nur Hidayat, menjelaskan makna di balik ritual unik ini.
“Filosofinya adalah kita sebagai manusia juga harus berbagi kepada makhluk ciptaan Allah yang lain. Dalam hal ini ikan dan hewan-hewan yang ada di sumber. Itu bentuk keseimbangan dan penghormatan pada alam,” ungkapnya.
Prosesi berbagi dilanjutkan dengan tradisi yang paling dinantikan anak-anak desa, yakni bagi-bagi uang. Para perangkat desa dengan gembira membagikan lembaran uang yang langsung diperebutkan oleh anak-anak, menciptakan tawa riang dan keriuhan yang menyegarkan.
“Dan bagi-bagi uang itu sebagai simbol kita berbagi rizki dengan orang lain,” tambah Tri Nur Hidayat, menegaskan bahwa prinsip berbagi adalah inti dari perayaan ini.
Setelah prosesi di Sumber Molang usai, rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan ritual selamatan di area Punden. Di sini, berkumpul bapak-bapak perangkat desa, BPD, RT/RW, lembaga desa, tokoh masyarakat, hingga seluruh warga setempat, duduk bersama dalam suasana penuh kekeluargaan.
Tradisi Dawuhan yang menurut Tri Nur Hidayat harus dilaksanakan pada Selasa Kliwon di bulan Desember atau Januari ini, didukung sepenuhnya oleh swadaya murni masyarakat. Antusiasme warga dalam berpartisipasi menjadi bukti kecintaan mendalam terhadap budaya lokal.
Di penghujung acara, Tri Nur Hidayat menyampaikan doa dan harapan yang terangkum dalam pelaksanaan Dawuhan ini. Harapan itu sederhana namun mencakup segala aspek kehidupan.
“Alam Desa Bedagung gemah ripah loh jinawi, desanya tata tentrem, masyarakatnya ayem, tentrem, rukun, penghasilannya subur, sehat dalam hal apa pun,” imbuhnya.
Tradisi Bersih Desa di Bedagung adalah sebuah cerminan betapa pentingnya menjaga harmoni dengan alam dan sesama. Dengan semangat nguri-uri (melestarikan), Pemdes Bedagung berharap Dawuhan akan terus menjadi warisan yang mempererat kebersamaan masyarakat serta menjadi daya tarik budaya yang memperkaya khazanah pariwisata Magetan.(ton/red)

