Senin, Desember 8, 2025

Buy now

spot_img

PWI Pusat Desak Kapolres Ngawi Usut Tuntas Kasus Intimidasi Jurnalis di SPPG Mantingan

JAKARTA (BLOKJATIM.COM) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat melalui Wakil Direktur Anti kekerasan Wartawan, Supardi Hardy, menyampaikan kecaman keras terhadap insiden pengusiran dan intimidasi yang menimpa sejumlah jurnalis saat meliput di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan, Kabupaten Ngawi.

Peristiwa yang terjadi pada Jumat (5/12/2025) ini dianggap sebagai bentuk nyata penghalangan kerja jurnalistik dan pelanggaran serius terhadap hak publik untuk memperoleh informasi.

Menanggapi hal tersebut, Hardy mendesak aparat kepolisian setempat untuk mengambil tindakan tegas.

“Kami meminta Kapolres Ngawi untuk mengusut tuntas kasus tersebut serta menindak siapa pun yang terbukti melakukan intimidasi maupun menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik,” tegas Hardy, dalam siaran terbukanya, Minggu (7/12).

Hardy menjelaskan bahwa tindakan menghambat wartawan dalam melaksanakan tugasnya adalah perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan prinsip demokrasi. Ia secara khusus menyoroti Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 ayat (2) UU Pers menjamin pers nasional bebas dari segala bentuk penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (1) mengatur sanksi pidana bagi pihak yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik. Ancaman hukuman pidana tersebut bisa berupa penjara hingga dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta rupiah.

Menurut Hardy, proses hukum atas kasus intimidasi ini bukan hanya penting untuk melindungi para jurnalis korban, tetapi juga sebagai sarana edukasi yang menegaskan bahwa kebebasan pers di Indonesia dilindungi oleh dasar hukum yang kuat.

Ia mengingatkan bahwa wartawan memiliki hak untuk melakukan peliputan di lokasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, termasuk fasilitas seperti SPPG. Selama bertugas sesuai etika profesi, tidak ada pihak yang berhak menghalangi, mengusir, atau mengintimidasi mereka.

Insiden bermula ketika delapan jurnalis dari berbagai media sedang meliput perkembangan kasus dugaan keracunan serta program pemenuhan gizi di SPPG Bintang Mantingan. Saat menjalankan tugas, mereka justru diusir dan menerima ancaman intimidatif, termasuk ancaman penganiayaan. Para jurnalis korban kemudian secara resmi melaporkan kasus tersebut ke Polres Ngawi dengan didampingi oleh penasihat hukum.

Di sisi lain, Hardy juga berpesan kepada para jurnalis, khususnya anggota PWI, untuk tetap menjunjung tinggi profesionalisme dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Wartawan harus tetap bekerja dengan cara-cara yang elegan dan bertanggung jawab. Yang pasti, setiap perbuatan melawan hukum yang mengganggu kerja pers harus dilawan melalui mekanisme hukum yang berlaku,” tutup Hardy.(ton/red)

Related Articles

- Advertisement -

Terbaru