MAGETAN (BLOKJATIM.COM) – Babak baru kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Magetan, Sunarti Condrowati terus melebar. Agenda gelar perkara kedua di Polres Magetan pada Kamis (11/12/2025) berlangsung panas, namun belum menghasilkan titik terang yang tegas.
Terlapor, Sunarti Condrowati, hadir didampingi kuasa hukumnya. Sementara itu, pelapor Roro Mida Royanugrahaningrum didampingi ayahnya, RM Nugroho Yuswo Widodo, bersama tim kuasa hukumnya. Dari hasil gelar perkara tersebut, pihak pelapor menilai kasus ini masih menggantung tanpa kejelasan.
“Kalau gelar perkara yang saya jalankan ini tadi, saya kira itu hanya permintaan sebuah keterangan. Artinya gini. Kepolisian minta keterangan ke pelapor dan terlapor. Tapi nggak tahu nanti selanjutnya apakah pihak kepolisian akan melakukan uji materi lebih dalam tentang perkara ini atau tidak. Tapi kalau menurut penjelasan tadi, penyidik dari saksi-saksi yang dimintai keterangan itu menyatakan tidak. Akhirnya, saya katakan permasalahan ini abu-abu. Belum kelihatan benang merahnya,” ujar RM Nugroho Yuswo Widodo.
Merasa belum ada ketentuan yang memberatkan salah satu pihak, RM Nugroho berencana mengambil langkah hukum yang lebih drastis. Ia akan mengajukan laporan tambahan yang menyasar sumber informasi awal yang diterima putrinya, di mana putrinya disebut sebagai “piala bergilir.”
Rencana ini muncul setelah pihak terlapor, dalam keterangannya, membantah tuduhan yang tercantum dalam laporan awal (Pasal 310 ayat 1).
“Saya akan melaporkan informasi yang pertama kali didengarkan anak saya, yang mengatakan bahwa anak saya itu piala bergilir. Itu yang saya akan laporkan. Karena tadi beliau, Ibu Condrowati, menyatakan tidak. Dari apa yang disampaikan anak saya atas laporan 310 ayat 1, Ibu Condrowati menyatakan tidak. Artinya tidak ada benang merah di situ,” lanjutnya.
RM Nugroho menegaskan bahwa putrinya tidak mungkin melaporkan tanpa menerima informasi tersebut. Ia menargetkan pemberi informasi awal yang kini justru menjadi saksi, namun diduga memberikan keterangan palsu.
“Saya akan melaporkan informasi yang pertama yang diterima anak saya. Laporannya apa? Dia memberikan berita hoaks kepada anak saya dan memberikan keterangan palsu karena pemberi informasi ini juga menjadi saksi. Tetapi ketika dipanggil menjadi saksi, dia mengatakan tidak ada kejadian seperti itu. Saya akan laporkan terkait Undang-undang ITE 27 ayat 3. Saya akan melaporkan dan saya akan denda seberat-beratnya anak itu biar untuk pelajaran,” tegasnya.
Menanggapi perkembangan ini, kuasa hukum terlapor, Ridho Nurwahab, S.H, menyatakan bahwa pihaknya menghormati setiap proses hukum yang berjalan, meski belum bisa membeberkan hasil gelar perkara.
“Pada prinsipnya dari kami pihak terlapor ini menghormati proses hukum yang ada. Cuma hasilnya seperti apa, mohon maaf hari ini saya tidak bisa menyampaikannya. Karena masih ada gelar internal yang dipimpin oleh kasat Reskrim langsung dan penyidik,” jelasnya.
Ridho juga meluruskan bahwa ketidakhadiran kliennya pada gelar perkara sebelumnya bukanlah pelanggaran, sebab kehadiran kedua belah pihak dalam agenda gelar perkara tidak bersifat wajib sesuai hukum positif.
“Gelar perkara ini memang tidak wajib bagi pelapor ataupun terlapor untuk hadir. Ini sesuai hukum positif nasional. Jadi mungkin karena tingkat urgensi ini, sehingga pada hari ini pun kami hadir menghormati proses yang ada. Cuma hasilnya seperti apa, itu bukan kewenangan kami untuk menjawab,” katanya.
Kasus ini diprediksi akan semakin memanas seiring rencana pelapor untuk mengajukan laporan tambahan, yang berpotensi menyeret pihak-pihak lain dalam pusaran dugaan penyebaran informasi palsu.(ton/sof)

