MAGETAN (Blokjatim.com) – Tata kelola anggaran di Puskesmas Ngariboyo kembali menjadi sorotan setelah mencuat dugaan penarikan ulang insentif tenaga kesehatan yang telah dicairkan melalui Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Indikasi ketidakteraturan ini memicu pertanyaan tentang disiplin pengelolaan dana di tingkat layanan kesehatan dasar, Selasa (18/11/2025).
Informasi awal muncul dari aduan seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia menyampaikan bahwa insentif dari program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang seharusnya menjadi hak nakes, justru diminta untuk dikembalikan oleh pihak Puskesmas. Sumber tersebut menyebutkan bahwa proses pengembalian dilakukan dengan berbagai cara.
“Dana sudah masuk rekening masing-masing, tapi diminta kembali. Ada yang cas (tunai), ada yang transfer,” ungkapnya.
Ketika dikonfirmasi di kantor Puskesmas Ngariboyo, Kepala UPTD, dr. Siti Maifuroh, memberikan klarifikasi tegas bahwa ia tidak pernah memegang atau mengambil dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
“Demi Allah saya tidak (mengambil uang). Saya sama sekali tidak pegang uang, ada bendahara,” tegas dr. Siti.
Meski begitu, dr. Siti memilih untuk tidak memberikan komentar lebih jauh karena menilai sumber aduan tidak jelas. Ia menyatakan akan melakukan penelusuran internal untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
“Akan saya telusur bagaimana kejadiannya. Tapi sementara saya no comment karena sumbernya tidak jelas,” tambahnya.
Dalam penjelasannya, dr. Siti juga menggambarkan bahwa pengelolaan BOK memiliki banyak komponen dan kebutuhan. Anggaran tersebut kerap digunakan untuk SPPD, konsumsi kegiatan, dan operasional lapangan seperti kelas ibu hamil. Ia juga menyinggung adanya dinamika internal terkait pembagian tugas antara pelaksana kegiatan UKM dan tenaga administrasi, yang kadang menimbulkan kesepakatan internal untuk saling menopang dalam hal insentif.
dr. Siti turut menyampaikan bahwa besaran BOK setiap tahun bergantung pada alokasi dari Dinas Kesehatan. Untuk tahun 2025, anggarannya diperkirakan sekitar Rp 700 juta, dan kemungkinan turun menjadi Rp 600 juta pada tahun 2026.
Merespons polemik ini, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, dr. Rohmat Hidayat, memberikan perspektif berbeda. Ia menduga bahwa pengumpulan kembali dana insentif tidak berkaitan dengan penyelewengan, melainkan upaya internal untuk pemerataan.
Dalam aplikasi penganggaran, menurut dr. Rohmat, perhitungan insentif sering kali mengikuti formula tertentu yang tidak selalu mencakup seluruh pegawai yang turut terlibat dalam kegiatan.
“Mungkin maksudnya ditransfer lalu diminta kembali itu bukan untuk satu orang (Kepala), tapi dikumpulkan untuk didistribusikan lagi secara lebih merata dan adil,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa sistem kerja Puskesmas pada dasarnya bersifat kerja tim. Ada pegawai yang ikut menjalankan kegiatan UKM namun tidak terakomodasi dalam penganggaran, sehingga muncul inisiatif internal untuk menyetarakan insentif.
“Bahasanya kerja bareng, susah senang ditanggung bareng-bareng. Jadi mungkin dikumpulkan lagi, setelah itu baru dibagikan biar sama-sama mendapatkan insentif,” pungkasnya.

