MADIUN (Blokjatim.com) – Perselisihan antara seorang nasabah dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari Madiun terus memanas. Melalui kuasa hukumnya, Gunadi, S.H., dan Evita Anggrayny Dian Savitri, S.H., Rachmad Sujitno, debitur asal Desa Banjarejo, Kecamatan Ngariboyo, Magetan, kembali melayangkan Somasi II kepada pimpinan KCP Nasari Madiun.
Surat somasi bertanggal 12 Agustus 2025 itu menegaskan, tanggapan KSP Nasari atas Somasi I dinilai belum memenuhi kewajiban hukum untuk memberikan informasi menyeluruh terkait polis asuransi jiwa kredit yang secara otomatis melekat pada setiap pinjaman.
“Premi asuransi dipotong dari pinjaman klien kami. Artinya, ada hak langsung bagi pemegang polis untuk mengetahui detail perjanjian asuransi, termasuk salinan polis atau setidaknya nomor polis, nama perusahaan asuransi, dan kontak resmi,” tulis kuasa hukum dalam surat yang dikirim ke KCP Nasari Madiun.
Pihak KSP Nasari sebelumnya beralasan bahwa dokumen polis berada di pihak perusahaan asuransi, sementara koperasi hanya mengantongi nomor polis. Namun, kuasa hukum menilai alasan tersebut tidak menghapus kewajiban koperasi untuk memberikan informasi sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen, UU Keterbukaan Informasi Publik, serta KUH Perdata.
Kuasa hukum juga menyoroti bahwa alasan premi akan “hangus” bila tidak ada klaim kematian, dianggap tidak relevan dengan permintaan dokumen. Yang diminta hanyalah akses resmi agar nasabah dapat berkomunikasi langsung dengan perusahaan asuransi.
Dalam Somasi II tersebut, KSP Nasari diberikan tenggat tiga hari kerja untuk menyerahkan dokumen atau informasi lengkap. Apabila tidak dipenuhi, pihak nasabah berencana melapor ke Kementerian Koperasi dan UKM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana.
Upaya hukum pidana yang disiapkan mencakup dugaan penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP), jika ditemukan unsur menyesatkan terkait keberadaan atau manfaat asuransi sejak awal pemberian pinjaman.
Kasus ini menjadi perhatian publik lantaran menyangkut transparansi pemotongan premi dari fasilitas pinjaman anggota koperasi. Perseteruan ini juga berpotensi menjadi preseden hukum bagi ribuan anggota koperasi di Indonesia yang mengalami situasi serupa. (niel/red)

