MAGETAN (Blokjatim.com) – Progres pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Botok di Desa Botok, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, dipastikan berhenti sementara. Upaya pengadaan lahan tambahan seluas 2 hektare oleh Pemkab Magetan untuk melengkapi 5 hektare yang telah selesai diakuisisi terhenti karena lahan tersebut masuk kategori Lahan Baku Sawah (LBS).
Kepala DLHP Magetan, Saif Muchlisun, mengatakan bahwa proses pengadaan lahan tambahan seluas dua hektare dihentikan sementara karena masuk kategori Lahan Baku Sawah (LBS). Ironisnya, hal ini baru disadari setelah proses pengadaan tahap pertama seluas 5 hektare selesai dilakukan.
“Kita hentikan prosesnya sementara karena di sana masuk lahan baku sawah (LBS). Kita akan konsultasi ke Kementerian Pertanian dan ATR/BPN,” ujarnya, Kamis (17/7/2025).
Dijelaskan Muchlisun, situasi ini menjadi rumit karena adanya regulasi yang menyatakan jika Lahan Baku Sawah (LBS) tidak boleh dialihfungsikan.
“Sesuai peraturan, LBS memang tidak boleh dialihfungsikan. Tapi di aturan lain disebutkan bahwa bisa dialihfungsikan untuk kepentingan umum. Nah, ini yang ingin kita pastikan, karena TPA ini untuk kepentingan yang sangat mendesak,” tambahnya.
Disisi lain, mandeknya pengadaan lahan TPA Botok ini memicu kritik keras dari Aktivis Forum Rumah Kita, Agus Pujiono yang mempertanyakan mengapa status LBS baru terdeteksi di tengah jalan.
“Pengecekan status lahan dan koordinasi lintas kementerian seharusnya dilakukan sejak awal,” katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa DLHP seharusnya bisa menghindari pemilihan lahan ini sejak awal dengan mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang ada, bahkan tanpa adanya Peraturan Menteri terbaru (Maret 2025) tentang LBS.
“Ketidaksiapan ini menunjukkan kurangnya prioritas DLHP dalam pengelolaan sampah, meskipun krisis di TPA Milangasri, yang menampung 270 ton sampah per hari, semakin parah. Pemkab Magetan menargetkan lahan seluas 7 hektare untuk TPA Botok guna mendukung Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dengan proses didampingi Kejari dan Polres Magetan,” katanya.
Agus mengungkapkan, meskipun akses jalan menuju lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) baru telah ditetapkan sebagai jalan kabupaten oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), persoalan teknis justru muncul dari hasil kajian geologi. Permasalahan tersebut berkaitan dengan kondisi tanah yang dinilai tidak sesuai dengan standar teknis pembangunan TPA.
“Akses jalan telah ditetapkan sebagai jalan kabupaten oleh DPUPR. Namun, kajian geologi menunjukkan permeabilitas batuan (1,26 × 10⁻² hingga 1,59 × 10⁻² cm/detik) tidak memenuhi SNI 03-3241-1994, sehingga memerlukan rekayasa sanitary landfill,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Magetan telah menerbitkan Instruksi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat, yang diperkuat dalam rapat lintas sektor. Kondisi overload TPA Milangasri seharusnya menjadi alarm, tetapi skema mitigasi jangka pendek belum terlihat.
Hambatan ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan mencerminkan kurangnya keseriusan dan kompetensi DLHP dalam menangani krisis sampah. Sebagai institusi yang bertugas menjaga lingkungan, DLHP seharusnya menjadi motor utama, bukan titik lelet yang memperburuk kebersihan dan kesehatan masyarakat.(ton/red)

